Cari Blog Ini

Selasa, 04 Oktober 2011

terorisme: fatwa AS bagi musuh-musuhnya

Dinas Intelijen Amerika dan Dinas Intelijen Inggris dalam sebuah seminar yang diadakan untuk membahas makna “terorisme” pada tahun 1979 telah menyepakati bahwa ‘terorisme’ adalah: ‘The use of violence against civil interests to achieve political objectives.’ atau ‘Penggunaan kekerasan untuk melawan kepentingan-kepentingan sipil guna mewujudkan
target-target politis. Setelah seminar itu, banyak diselenggarakan konferensi dan seminar internasional, serta ditetapkan berbagai hukum dan undang-undang untuk membatasi aksi-aksi yang dapat digolongkan sebagai terorisme, untuk menerangkan kategori berbagai gerakan, kelompok, dan partai yang melakukan aksi terorisme, serta untuk menentukan negara-negara mana yang men-sponsori terorisme. Semua aturan ini –menurut sangkaan mereka– adalah dasar untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan guna memerangi terorisme dan membatasi gerak-geriknya.


Stempel Terorisme : Berstandar Ganda, Untuk Yang Melawan Kepentingan AS 
Dari tinjauan global terhadap berbagai undang-undang dan hukum yang berkaitan dengan terorisme, nampak jelas bahwa semua peraturan itu ternyata tidak mendalam dan tunduk pada orientasi politik dari negara-negara yang membuatnya. Sebagai contoh, kita lihat Amerika menganggap pembunuhan Indira Gandhi sebagai aksi terorisme, sementara pembunuhan Raja Faisal dan Presiden Kennedy tidak dianggap aksi terorisme. Contoh lain, Amerika pada awalnya mencap pemboman gedung Kantor Penyelidikan Federal di Oklahoma sebagai aksi terorisme. Tetapi ketika terbukti bahwa pelaku pemboman adalah kalangan milisi Amerika sendiri, pemboman yang semula dianggap aksi terorisme, kemudian hanya dianggap sebagai “aksi kriminal” belaka.
Amerika secara khusus mensifati sebagian gerakan sebagai “gerakan perlawanan rakyat”, misalnya gerakan revolusioner Nikaragua (Zapatista),  Tentara Pembebasan Irlandia (IRA), dan lain-lain. Para anggota dari gerakan-gerakan ini, ketika ditangkap, diperlakukan sebagai tawanan perang sesuai dengan Protokol Nomor 1 tahun 1977 yang ditambahkan pada Konvensi Genewa. Akan tetapi Amerika mensifati setiap gerakan yang bertentangan dengan kepentingan Amerika atau kepentingan agen-agen Amerika,  sebagai gerakan terorisme. Nama gerakan tersebut pun kemudian dicantumkan dalam daftar organisasi teroris yang dikeluarkan secara periodik oleh Departemen Luar Negeri Amerika.  Gerakan ini misalnya adalah sebagian besar gerakan-gerakan Islam yang ada di Mesir, Pakistan, Palestina, Aljazair, dan lain-lain.


UU Anti Teoris Untuk Yang Melawan  Hegemoni AS
Sejak dekade 70-an, Amerika  memang telah merekayasa opini umum internasional dan regional (di Amerika) untuk melawan terorisme seperti yang kita lihat dan melawan orang yang dicap sebagai teroris. Amerika juga telah mengeksploitir aksi-aksi yang dilakukan untuk merealisasikan target-target sipil, baik yang dilakukan oleh berbagai gerakan politik atau gerakan militer yang tidak mempunyai hubungan dengan Amerika, maupun yang dilakukan oleh berbagai gerakan yang mempunyai hubungan dengan Amerika (CIA), sebagaimana yang ditunjukkan oleh banyak dokumen yang menerangkan, bahwa aksi-aksi yang dicap sebagai aksi terorisme, sebenarnya didalangi oleh intel-intel CIA sendiri, seperti pembajakan pesawat TWA di Beirut pada awal 80-an lalu. Misalnya, Amerika telah mengeksploitir peristiwa peledakan gedung Al-Khubar milik Amerika di Saudi, dengan memaksakan 40 rekomendasi yang berkaitan dengan upaya memerangi terorisme pada Konferensi Negara-Negara G-7 yang diselenggarakan di Perancis tahun 1996. Kemudian Amerika juga memanfaatkan peristiwa peledakan gedung Pusat Perdagangan Dunia (WTC) di New York dan Kantor Penyelidikan Federal di Oklahoma –bahkan sebelum diketahui siapa pelakunya– dengan mengeluarkan Undang-Undang Perlawanan Terhadap Terorisme yang disetujui oleh Senat Amerika tahun 1997.
Berdasarkan rekomendasi dan undang-undang tersebut, Amerika dapat memata-matai siapa pun dan di mana pun terhadap orang yang dituduh sebagai teroris. Amerika berhak untuk menangkap atau menculiknya, serta berhak pula menjatuhkan sanksi yang dianggap cocok baginya seperti penahanan, penyitaan, deportasi, atau pencabutan  kewarganegaraan, tanpa memberikan hak kepada pihak tertuduh untuk membela diri, atau untuk hadir di hadapan pengadilan atau lembaga hakim juri.
Amerika pun lalu melakukan generalisasi sifat terorisme terhadap negara-negara yang merintangi kepentingan-kepentingan Amerika, seperti Korea, China, Irak, dan Libya; juga terhadap banyak gerakan Islam seperti Tanzhimul Jihad, Hammas, dan Jamaah Islamiyah di Mesir, serta FIS di Aljazair, dengan memanfaatkan peristiwa-peristiwa pemboman yang terjadi di Palestina untuk melawan Yahudi, dan aksi-aksi yang terjadi di Aljazair tak lama setelah pembatalan hasil pemilu untuk anggota legislatif oleh kalangan militer.
Berdasarkan undang-undang, keputusan, dan rekomendasi yang ada, Amerika bisa memata-matai dan menghantam siapa saja yang dicapnya sebagai teroris, baik itu individu, organisasi, partai, ataupun negara, dengan menggunakan kekuatan militernya, atau pengaruh politiknya untuk melakukan blokade ekonomi, seperti yang dilakukannya terhadap Irak dan Libya.  Hal ini telah diungkapkan oleh mantan Menlu Amerika George Schultz yang berkata,”Para teroris itu, bagaimana pun juga mereka berusaha melarikan diri, tetap tak akan dapat menyembunyikan diri.”
Karena Islam telah dinominasikan oleh Amerika untuk menjadi musuhnya setelah robohnya Komunisme, maka negeri-negeri Islam menjadi wilayah terpenting yang akan menjadi sasaran Amerika dalam  penerapan undang-undang terorisme. Tujuannya adalah untuk mengokohkan cengkeraman Amerika di negeri-negeri Islam itu serta melestarikannya agar tetap ada di bawah hegemoni Amerika. Sebab, kaum muslimin memang telah mulai merintis jalan menuju kebangkitan untuk mengembalikan Khilafah, yang telah dimengerti betul oleh Amerika dan negara-negara kafir lainnya, bahwa Khilafah itulah satu-satunya negara yang berkemampuan untuk meluluhlantakkan ideologi kapitalisme yang dipimpin oleh Amerika.
Oleh karena itu,  hampir-hampir tak ada satu pun gerakan Islam yang ada saat ini, kecuali harus siap-siap dicap sebagai teroris oleh Amerika. Begitu pula cap ini pun bahkan tak dapat dihindarkan oleh gerakan-gerakan dan partai-partai Islam yang sama sekali tidak menggunakan kekerasan untuk mencapai target-targetnya. Sebab Amerika telah menganggap bahwa aktivitas tiap gerakan, partai, atau negara yang menyerukan kembalinya Islam, adalah aksi teroris yang bertentangan dengan Undang-Undang Internasional. Selanjutnya berdasarkan justifikasi ini dan berdasarkan ketentuan yang harus dijalankan oleh negara-negara penandatangan Undang-Undang Terorisme, Amerika dapat menghimpun kekuatan negara-negara tersebut di bawah kepemimpinannya untuk memukul gerakan, partai, atau negara tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar