Cari Blog Ini

Rabu, 05 Oktober 2011

ziarah kubur (part 2)

Sesi diskusi
Pertama-tama, sesungguhnya embargo (berziarah) hanya perkara sekunder, berdasarkan larangan pergi ke seluruh masjid kecuali masjid-masjid tadi (dalam hadis), dan bukanlah perkara primer (sejati), karena pengecualian tersebut tidak disebutkan kepastian tempat dan lokasinya, dan kemungkinan kepastiannya (masjid) masih berartikan
 “tidak boleh pergi kemasjid (dari masjid yang ada) kecuali ketiga masjid saja, kemestian ini adalah merupakan penentuan, menurut makna dzahirnya hadis ini secara umum, dan seharusnya tidak perlu dikaitkan dengan hadis pengharaman bepergian ke masyhad-masyhad yang agung dan pemakaman-pemakaman.
Al-qustolani mengakatakan; pengecualian tersebut adalah omongkosong, dan penentuan tidak boleh pergi ke suatu tempat adalah kemestian pelarangan bepergian keseluruh tempat seperti ziarah ketempat orang salih, kerabat, sahabat, ataupun menuntut ilmu, berniaga atau berpiknik sekalipun, karena pengecualian tersebut meniscayakan universalitas, padahal yang dimaksud dengan universal disini ialah tempat khusus yaitu masjid.
Yang kedua, yang tidak masuk akal ialah ijma dan bermufakat kebolehan pergi kemanapun baik untuk berniaga ataupun menuntut ilmu, berjihad ataupun berziarah kepada para ulama’, berpiknik dan lain sebagainya, meskipun pengecualian dalam konteks hadis adalah bukan masjid melainkan tempat yang meniscayakan tidak boleh pergi ketempat-tempat yang telah disebutkan diatas, ini adalah kontra hasil  dari mufakat dan ijma’, dan hendaknya mengatakan bahwasannya pengecualian dalam konteks hadis tersebut adalah masjid kecuali tiga masjid, tidak ada signifikansi dalam hadis bahkan tidak ada isyarat atas pengharaman bepergian ke masyhad-masyhad khususnya kepusara nabi saww serta berziarah.
Yang ketiga, yang terkandung dalam hadis ini tidak sinergi sampai-sampai memaksakan membuat pengecualian darinya (masjid) padahal arti yang dimaksud adalah ketidak bolehan pergi kemasjid manapun kecuali tiga masjid, adapun selainnya yang tergolong masjid pada umumnya maka tidak boleh pergi mengunjunginya, dan faktanya; nas-nas yang ada menyatakan bahwasannya nabi saww dan para sahabat setiap hari sabtu mereka pergi kemasjid kubah dengan jarak tiga mil dari madinah, padahal masjid kubah bukanlah bagian dari tiga masjid yang seharusnya melazimkan haram pergi kesana, padahal seorang muslim tidak layak mengucapkan hal tersebut.
Dari ibnu umar; setiap hari sabtu nabi saww mengunjuungi masjid kubah terkadang berjalan kaki dan mengendarai kendaraan begitu pula abdullah melakukan hal yang serupa.
Yang keempat, sesungguhnya bilal pergi berziarah kepusara nabi saww, ibnu asyakir meriwayatkan “ketika umar pergi membuka pintu baitulmaqdis ia diminta bilal untuk menetap disyam, ia berkata sesungguhnya bilal bermnimpi nabi saww sedang berkata pembangkangan apa ini wahai bilal, gerangan apa engkau tak menziarahiku? Seketika itu bilal terjaga sedih pucat pasi ketakutan kemudian bergegas pergi menuju madinah dan mendatangi pusara nabi saww, iapun menjadi menangis disisi nabi sambil menyandarkan wajahnya, alhasan dan alhusain pun menyambutnya, iapun memeluk mereka dan menciuminya, keduanya berpesan kepadanya wahai bilal kami sangat berhasrat mendengar adzanmu, dikala menyebut kalimat Allahu Akbar madinahpun bergetar, ketika menyebut kalimat asyhadu an laa ilaha illa Allah getarannya semakin kencang, dan ketika menyebut kalimat asyhadu anna muhammadan Rasulullah tiba-tiba muncul suara kecil dari bahu pusara dan berkata Rasulullah telah diutus, setelah itu bilal tak terlihat dimadinah lebih banyak bersedih dan menangis dari hari itu.
 Alhafidz abdul ghani dan beberapa orang berpendapat bilal tidak mengmandangkan adzan lagi sepeninggal nabi saww kecuali hanya sekali ketika kedatangannya dimadinah untuk berziarah ke nabi saww.
Assyubki berpendapat; keyakinan kita tidak pada mimpi, namun keyakinan kita ada pada perbuatan bilal dimasa khilafah umar dan para sahabat teladan, dan kisah ini bukan hal yang tabu, dan mimpi bilal tentang nabi juga diyakini.
Ketika penaklukan syam, umar sedang berdamai dengan penduduk baitulmaqdis, ia didatangi ka’bul ahbar dan ia mengikrarkan keislamannya, dan bergembiralah umar dengan keislamannya, dan berkata; apakah engkau hendak pergi bersamaku kemadinah dan berkunjung kepusara nabi saww, serta menikmati ziarah? Iapun berkata; baiklah aku ikut, ketika umar tiba dimadinah, pertamakali yang ia lakukan saat melihat masjid adalah mengucapkan salam atas Rasulullah saww.
Yang kelima tersebar kabar dari umar bin abdul aziz bahwa ia mengirim surat dari syam berisikan sampaikan salamku kepada Rasulullah saww.
Tanggapan para ulama terhadap statement ibnu taimiyah
1.       Al-qustolani berpendapat; perkataan ibnu taimiyah yang mana ia melarang berziarah kepusara nabi saww adalah paling busuknya problema yang diubah-ubah.
2.       Al-nablisi; ini bukanlah pertamakalinya problem yang dibuat oleh ibnu taimiyah dan para sekutunya yang menjadikan bepergian ke baitulmaqdis merupakan maksiat, dan melarang bertawassul dengan nabi saww kepada Allah dan selainnya dari golongan wali-wali, hal-hal tersebut adalah perkara-perkara gegabah yang keji, yang menyebabkan hilangnya kesempurnaan yang meruntuhkan kekokohan, dan berterusterang dengan kekufuran,dalam kitab yang independen “ menjawab ibnu taimiyah dan para sekutunya”.
3.       Al-ghozali berpendapat; siapapun yang mengambil berkah dengan memandangnya (nabi saww) semasa hidupnya akan mengambil berkah jua dengan berziarah sepeninggalnya, dalam konteks ini bepergian diperbolehkan, dan tidak ini tidak dilarang karena perkataannya tidak boleh bepergian kecuali ketiga masjid.
4.       Al-azami al-syafi’i; sungguh lelaki ini telah melampaui batas sampai-sampai menjauhi Muhammad dan berkata sesungguhnya pergi menziarahinya (nabi saww) aadalah maksiat.
5.       Al-haitsami; setelah berdalil dengan beragam dalil atas diperbolehkannya berziarah kepusara nabi saww, diantaranya ijma’ aku berpendapat; bagaimana anda bercerita ijma’ terhadap diperbolehkannya berziarah,bepergian dan meminta kepadanya, ibnu taimiyah merupakan golongan orang-orang dungu terdahulu yang mengingkari diperbolehkannya semua hal-hal tersebut, pendapat al-subki atas garis pemikirannya?, sungguh ibnu taimiyah telah bertele-tele dalam berdalil sehingga para pendengar menjadi muak, dan enggan akan perangainya, bahkan bersikeras mengharamkan pergi berziarah bersama-sama tak terkecuali sholat didalamnya, seluruh hadis yang datang darinya adalah palsu (maudhu’), dan para sekutunya adalah bagian dari keterbelangakan pengikut madzhabnya.
                                Saya berpendapat; siapa dia ibnu taimiyah sampai-sampai dipandang?, atau diagungkan dalam perkara agama?, tidaklah dia kecuali seperti ungkapan gerombolan dari para pemuka yang menuruti kalimat-kalimatnya yang kotor dan hujjah-hujjahnya yang tidak laku sehingga mereka tampak kekurangan akal, keburukan keraguannya, dan kesalahannya.
                                Alhasil seluruh hadis yang datangnya dari para penghafal, dan pencatat hadis telah memcapai batas syarat tersebarnya kabar, bahkan mencapai tingkat mutawatir, begitupula dengan tindakan para sahabat, dan berziarahnya bilal kepusara nabi saww, dan perginya berziarah didepan para sahabat tanpa adanya pertentangan dari mereka, begitu pula ajakan umar bin khottob kepada ka’bul ahbar untuk ziarah kepuasa nabi saww tanpa adanya pertentangan dikalangan sahabat telah dianggap paling kukuhnya hujjah dan paling tingginya dalil atas diperbolehkannya pergi kemasyhad-masyhad yang diagungkan apalagi pusara nabi saww, bahkan mengindikasikan keabsahan dan sunnah karena sebagian darinya datang perkara berziarah adalah sunnah dikalangan mayoritas, dan wajib menurut ibnu hazim meskipun hanya sekali seumur hidup.
6.       Syeh ahmad al-qustolani; ketahuilah bahwasannya ziarah kepusara beliau (nabi saww) yang mulia adalah pendekataan teragung, dan ketaatan yang paling diharapkan, dan jalan menuju derajat tertinggi, barang siapa yang meyakini selain dari pada ini maka telah keluar dari tali islam, dan membangkang kepada Allah, RasuNya, dan para alim ulama, beliau juga mengomentari ibnu taimiyah; obrolan disini sungguh keji dan aneh yang mengandung pelarangan pergi berziarah.
7.       Al-ghazali berkata; siapapun yang mengambil berkah dengan melihat beliau (nabi saww) dimasa hidupnya, hendaknya ia mengambil berkah dengan berziarah sepeninggalnya,  dalam konteks ini berziarah diperbolehkan.
8.       Adzahabi berkata dalam jawaban alhasan bin alhasan ketika melarang seseorang yang terlihat berdiri didepan rumah yang terdapat pusara nabi saww, ia mengajaknya dan bershalawat kepadaNya sebagai dalil yang dinisbatkan kepadaNya saww; janganlah engkau menjadikan kediamanku sebagai hari ied, dan janganlah engkau menjadikan kediamanmu sebagai pusara, bershalawatlah atasku dimanapun engkau berada, sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku.
Adzahabi mengatakaan; apa yang dibawakan oleh hasan (alhasan bin alhasan) dalam fatwa-fatwanya adalah hadis mursal, maka barang siapa yang berdiri didepan bilik suci dengan ketundukan dan pasrah serta bershalawat kepada nabi saww, maka sungguh beruntung ia,  maka sungguh ia telah mengindahkan ziarah, dan ketundukan dan kecintaan terindah, sungguh ia telah datang dengan ibadah yang sempurna kepada Dzat yang bershalawat kepada saww dalam persadaNya atau dalam shalawatnya, karena seorang penziarah mendapatkan sebuah ganjaran berziarah dan sebuah ganjaran bershalawat, dan orang diseantero negeri manapun yang bershalawat atasnya baginya sebuah ganjaran bershalawat saja,  dan barang siapa yang bershalawat atasnya sekali saja, maka Allah bershalawat sepuluh kali lipat baginya, namun barang siapa yang berziarah kepadaNya dan tidak mengindahkan adab berziarah seperti bersujud kepada pusara, atau hal-hal yang tidak disyariatkan, tentu perbuatannya tercela, dan hendaknya diberitahu dengan lemah lembut, sungguh Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang, demi Allah  seorang muslim tak akan meramaikan, menjerit, mencium dinding dan banyak menangis kecuali dia mencintai Allah dan RasulNya, kecintaannya adalah neraca dan pemisah antara ahli surga dan neraka.
Maka ziarah kubur termasuk dari pendekatan paling utama, dan bepergian kepusara para Nabi dan para wali (shalawat Allah atas mereka), meskipun kita menerima bahwasannya tidak diizinkan untuk umum janganlah engkau pergi..... maka pergi kepusara nabi kita meniscayakan pergi kemasjidNya juga, dah hal itu disyariatkan tanpa perdebatan, karena tidak akan sampai kedalam biliknya kecuali setelah masuk kedalam masjidnya, hendaknya memulai bertakhiyat atas masjid, kemudian bertakhiyat kepada pemilik masjid, mudah-mudahan Allah memberikan rizki kepada kita dan kalian semua untuk berkunjung kesana.
9.       Al-mu’liq berkata; pengarang (kitab) bermaksud menolak dengan jawaban kepada ibnu taimiyah gurunya yang mengatakan ketidakbolehan pergi kepusara nabi.
10.   Zainuddin al-muraghi berkata; setiap muslim seyogyanya yakin menjadikan ziarah sebagai amal yang mendekatkannya kepadaNya, banyak hadis yang datang akan hal ini, firman Allah” Sesungguh jikalau mereka ketika menganiaya diri datang kepadamu lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasulpun memohonkan ampun utk mereka tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” karena mengagungkanNya tidak pupus sepeninggalNya, dan tidak dapat dikatakan bahwa permintaaan ampunan Rasul bagi mereka hanya terbatas dimasa hidup beliau, dan begitupula dengan ziarah, tatkala hal itu dijawab sebagian para muhaqqiq terkemuka; sesungguhnya ayat yang mengindikasikan tiga perkara atas statement mendapatkan Allah Maha penerima taubat lagi Maha penyayang, ialah kedatangan, permohonan ampunan mereka, dan permohonan ampunan Rasul bagi mereka, barulah permohonan ampunan Rasul bagi segenap orang mukmin dan mukminat diperoleh, karenaNya (Nabi saww) semuanya diberi ampunan, firman Allah “Aku ampuni dosamu dan dosa orang-orang mukmin dan mukminat, apabila kedatangan dan permohonan ampunan mereka telah terjadi, sempurnalah ketiga perkara yang mengijabah taubat kepada Allah dan rahmatNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar